Perilaku menyimpang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, dan bahkan sampai hari ini masih banyak yang melakukannya. Tidak heran, saudara yang masih satu kandungan saling mencintai dan berhubungan fisik. Inilah kisah raja Namrud menikahi ibu kandungnya sendiri, seorang pemimpin keturunan kelima dari nabi Nuh.
Namanya dikenal sebagi Namrudz bin Kanʻan bin Kush bin Ham bin Nuh. Seorang raja yang populer diperadaban dunia sekitar tahun 2275 hingga 1943 SM. Negara bekas pemerintahannya kini disebut Irak, sebuah peradaban Mesopotamia kuno yang banyak disebutkan dalam kitab suci.
Para pengikutnya memberi gelar Namrud sebagai Dewa Bacchus atau Dewa Matahari. Namrud dikenal sebagai salah satu makhluk yang mengakui dirinya sebagai Tuhan, atau Dewa penghubung antara umat manusia dan Tuhan. Dia mengajarkan pengikutnya untuk menyembah matahari, tradisi menyembah iblis ini diduga merupakan yang pertama kali tersebar di Babilonia untuk merusak ajaran awal sebelumnya.
Kisah Raja Namrud Menikahi Ibu Kandungnya
Namrud merupakan seorang yang cerdas, menguasai ilmu matematika dan ahli bangunan. Salah satu karyanya yang terkenal sampai hari ini adalah Menara Babel, membangun kota Babel, Erekh, Akad, Asyur dan Niniwe. Sisa peninggalannya bisa ditemukan di Mosul (Bagdad) dan Gunung Namrudz yang tak jauh dari kota Adiyaman.
Disebutkan dalam sejarah bahwa Semiramis menikahi Kush, cucu Nuh. Saat itu usia gadis ini masih remaja dan wajahnya sangat cantik dan pintar. Tak lama setelah menikah, Kush wafat dan Namrud lahir tanpa kehadiran seorang ayah.
Tetapi menurut pengakuan Semiramis, dia melahirkan Namrud tanpa ayah dan menganggap dirinya suci tanpa pernah disentuh pria. Sehingga menggap anaknya, Namrud sebagai anak yang suci yang lahir dari seorang perawan. Setelah Namrud menginjak usia dewasa, Semiramis sering tampak cemburu ketika gadis-gadis mendekati anaknya. Hingga pada suatu ketika, dia menikah dengan anak kandungnya sendiri.
Kisah ini kemudian menjadi menarik, Namrud yang diangggap sebagai Tuhan disalibkan dengan domba dan ditempatkan dalam sebuah gua. Tiga hari kemudian, batu yang menutupi terguling dan pintu masuk gua tampak terbuka. Dikatakan bahwa jasad Namrud telah menghilang.
Peradaban mulai mengagungkan namanya menjadi Osiris, Isis dan Horus. Sebagai bentuk dewa yang disembah dan dipuja pengikutnya. Orang-orang Babilonia kemudian mengadakan upacara musim semi untuk memperingati kematian dan kebangkitan. Setelah tiga hari kepergian Namrud, mereka menawarkan roti bertuliskan lambang salib surya.
Semiramis, ibu sekaligus isterinya, menyebarkan ajaran bahwa roh Namrud tetap hidup selamanya. Untuk mengingatkannya, sebuah pohon Evergreen (atau cemara) ditafsirkan sebagai bukti kehidupan baru bagi Namrud. Untuk mengenang hari kelahirannya, Namrud akan hadir di pohon ini dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-rantingnya. Penganut agama Pagan kuno, pohon itu disebut "Mistletoe".
Pohon cemara adalah lambang kesuburan penting untuk upacara. Peradaban kuno percaya bahwa dengan mendekorasi rumah dan kuil dengan tanaman hijau, seperti holly, ivy dan mistletoe, dapat membantu membawa cahaya matahari yang berkurang di akhir tahun. Mistletoe adalah tanaman yang paling sakral oleh pengikut Druid. Tanaman ini sangat dihormati karena tumbuh di pohon Oak.
Kebiasaan berciuman di bawah Mistletoe berasal dari gagasan kuno bahwa mistletoe adalah alat kelamin kayu Oak. Jadi, diyakini bahwa pelukan di bawah buah yang berkilauan pasti menjamin pembuahan pasangannya. Selama berabad-abad, tradisi ini digunakan untuk merayakan pertengahan Saturnalia.
Agama Babilonia yang diajarkan Namrud dan Semiramis terdiri dari tiga elemen yaitu api, ular dan Matahari. Para pengikutnya fokus pada Matahari karena merupakan bagian penting. Sebagian besar mereka menyembah matahari, dengan harapan mendapatkan cahaya yang berujung pada kesejahteraan.
Reference:
- The Kingdom of God, by Richard G. Laine - 2003
- The Two Babylons: Or, the Papal Worship Proved to Be the Worship of Nimrod, by Alexander Hislop, 2013.
- Answers to questions, by Haskin, Frederic J. (Frederic Jennings), 1872-1944.
- The Plain Truth About Christmas, by Herbert W. Armstrong (1892-1986)